“Time flies over us, but leaves its
shadow behind”
-
Nathaniel
Hawthorne -
**
![]() |
Kota Bogor dari ketinggian 354 mdpl, at Gunung Kapur Ciampea, Bogor |
**
Bismillah
Bicara soal waktu, memang tidak ada yg
bisa mengelak bahwa waktu terus berjalan, tidak bisa diberhentikan, ataupun
“loncat” ke masa yg akan datang lebih cepat. Bahkan Allah sudah bersumpah dalam
FirmanNya yang semua Umat Islam (bahkan pemeluk agama lain pun di Indonesia
pasti hafal) hafal QS Al-Asr ayat 1-3.
Demi masa!” (ayat 1). Atau demi
waktu ‘Ashar, waktu petang hari seketika bayang-bayang badan sudah mulai lebih
panjang daripada badan kita sendiri, sehingga masuklah waktu sembahyang ‘Ashar.
Maka terdapatlah pada ayat yang pendek ini dua macam tafsir.
Syaikh Muhammad Abduh menerangkan di
dalam Tafsir Juzu’ Amma bahwa telah teradat bagi bangsa Arab apabila hari telah
sore, mereka duduk bercakap-cakap membicarakan soal-soal kehidupan dan cerita-cerita
lain yang berkenaan dengan urusan sehari-hari. Karena banyak percakapan yang
melantur, keraplah kejadian pertengkaran, bersakit-sakitan hati sehingga
menimbulkan permusuhan. Lalu ada yang mengutuki waktu ‘Ashar (petang hari),
mengatakan waktu ‘Ashar waktu yang celaka, atau naas, banyak bahaya terjadi di
waktu itu. Maka datanglah ayat ini memberi peringatan “Demi ‘Ashar”,
perhatikanlah waktu ‘Ashar. Bukan waktu ‘Ashar yang salah. Yang salah adalah
manusia-manusia yang mempergunakan waktu itu dengan salah. Mempergunakannya
untuk bercakap-cakap yang tidak tentu ujung pangkal. Misalnya bermegah-megahan
harta, memuji diri, menghina merendahkan orang lain. Tentu orang yang dihinakan
tiada terima, dan timbullah saling sengketa.
Lalu kamu salahkan waktu ‘Ashar,
padahal kamulah yang salah. Padahal kalau kamu percakapkan apa yang berfaedah,
dengan tidak menyinggung perasaan teman dudukmu, tentulah waktu ‘Ashar itu akan
membawa manfaat pula bagimu.
Inilah satu tafsir.
Tafsir yang lain: “Demi Masa!”
Diambil Tuhanlah masa menjadi
sumpah, atau menjadi sesuatu yang mesti diingat-ingati. Kita hidup di dunia ini
adalah melalui masa. Setelah itu kita pun akan pergi. Dan apabila kita telah
pergi, artinya mati, habislah masa yang kita pakai dan yang telah lalu tidaklah
dapat diulang lagi, dan masa itu akan terus dipakai manusia yang tinggal, silih
berganti, ada yang datang dan ada yang pergi.
Diperingatkanlah masa itu kepada
kita dengan sumpah, agar dia jangan disia-siakan, jangan diabaikan. Sejarah
kemanusiaan ditentukan oleh edaran masa.
Berbicara waktu, maka ada ikatannya
dengan umur, ada kaitannya juga dengan beragam cerita. Perpindahan tahun 2015
ke 2016 menimbulkan sebuah pertanyaan sederhana namun krusial, “Apakah tahun
2016 lebih baik dibandingkan 2015?”
“Sesungguhnya manusia itu adalah di
dalam kerugian.” (ayat 2). Di dalam masa yang dilalui itu nyatalah bahwa
manusia hanya rugi selalu. Dalam hidup melalui masa itu tidak ada keuntungan
sama-sekali. Hanya rugi jua yang didapati: Sehari mulai lahir ke dunia, di hari
dan sehari itu usia sudah kurang satu hari. Setiap hari dilalui, sampai
hitungan bulan dan tahun, dari muda ke tua, hanya kerugian jua yang dihadapi.
“Kecuali orang yang beriman.”
(pangkal ayat 3). Yang tidak akan merasakan kerugian dalam masa hanyalah
orang-orang yang beriman. Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya
ini adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa. Manusia datang ke dunia ini sementara
waktu; namun masa yang sementara itu dapat diisi dengan baik karena ada
kepercayaan; ada tempat berlindung.
“Dan beramal shalih,” bekerja yang
baik dan berfaedah. Sebab hidup itu adalah suatu kenyataan dan mati pun
kenyataan pula, dan manusia yang di keliling kita pun suatu kenyataan pula.
Yang baik terpuji di sini, yang buruk adalah merugikan diri sendiri dan
merugikan orang lain. Sinar Iman yang telah tumbuh dalamjiwa itu dan telah
menjadi keyakinan, dengan sendinya menimbulkan perbuatan baik. Dalam kandungan
perut ibu tubuh kita bergerak. Untuk lahir ke dunia kita pun bergerak. Maka
hidup itu sendiri pun adalah gerak. Gerak itu adalah gerak maju! Berhenti sama
dengan mati. Mengapa kita akan berdiam diri? Mengapa kita akan menganggur?
Tabiat tubuh kita sendiri pun adalah bergerak dan bekerja. Kerja hanyalah satu
dari dua, kerja baik atau kerja jahat. Setelah kita meninggalkan dunia ini kita
menghadapi dua kenyataan. Kenyataan pertama adalah sepeninggal kita, yaitu
kenang-kenangan orang yang tinggal. Dan kenyataan kedua ialah bahwa kita
kembali ke hadhirat Tuhan.
Kalau kita beramal shalih di masa
hidup, namun setelah kita mati kenangan kita akan tetap hidup berlama masa.
Kadang-kadang kenangan itu hidup lebih lama daripada masa hidup jasmani kita
sendiri. Dan sebagai Mu’min kita percaya bahwa di sisi Allah amalan yang kita
tinggalkan itulah kekayaan yang akan kita hadapkan ke hadapan Hadhirat Ilahi.
Sebab itu tidaklah akan rugi masa hidup kita.
“Dan berpesan-pesanan dengan
Kebenaran.” Karena nyatalah sudah bahwa hidup yang bahagia itu adalah hidup
bermasyarakat. Hidup nafsi-nafsi adalah hidup yang sangat rugi. Maka
hubungkanlah tali kasih-sayang dengan sesama manusia, beri-memberi ingat apa
yang benar. Supaya yang benar itu dapat dijunjung tinggi bersama. Ingat-memperingatkan
pula mana yang salah, supaya yang salah itu sama-sama dijauhi.
Dengan demikian beruntunglah masa
hidup. Tidak akan pernah merasa rugi. Karena setiap pribadi merasakan bahwa
dirinya tidaklah terlepas dari ikatan bersama. Bertemulah pepatah yang
terkenal: “Duduk seorang bersempit-sempit, duduk ramai berlapang-lapang.” Dan
rugilah orang yang menyendiri, yang menganggap kebenaran hanya untuk dirinya
seorang.
“Dan berpesan-pesanan dengan
Kesabaran.” (ujung ayat 3). Tidaklah cukup kalau hanya pesan-memesan tentang
nilai-nilai Kebenaran. Sebab hidup di dunia itu bukanlah jalan datar saja.
Kerapkali kaki ini terantuk duri, teracung kikil. Percobaan terlalu banyak.
Kesusahan kadang-kadang sama banyaknya dengan kemudahan. Banyaklah orang yang
rugi karena dia tidak tahan menempuh kesukaran dan halangan hidup. Dia rugi
sebab dia mundur, atau dia rugi sebab dia tidak berani maju. Dia berhenti di
tengah perjalanan. Padahal berhenti artinya pun mundur. Sedang umur berkurang
juga.
“Meskipun
Surat ini pendek sekali namun isinya mengumpulkan kebajikan dengan segala
cabang rantingnya. Segala pujilah bagi Allah yang telah menjadikan kitabnya
mencukupi dari segala macam kitab, pengobat dari segala macam penyakit dan
penunjuk bagi segala jalan kebenaran.” Sekian kita salin dari Ibnul Qayyim.
Imam Asy-Syafi’i berkata: “Kalau
manusia seanteronya sudi merenungkan Surat ini, sudah cukuplah itu baginya.”
Jadi, izinkan saya untuk merenungkan
tahun 2016 ini pada postingan selanjutnya
Sumber : http://tafsir.cahcepu.com/alashr/al-ashr-1-3/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar