Jumat, 25 November 2016

Semesta



(Prolog)
            Hari itu (sebenarnya) adalah hari yang cerah, hari yang pas untuk diisi dengan senyuman ataupun bercengkrama dengan orang yang disayang. Matahari bersinar dengan senyuman yang tidak pernah berhenti menyinari bumi yang penuh dengan manusia yang (beberapa) lupa bersyukur kepada Tuannya matahari. Angin berayun-ayun dengan sejuknya. Hari yang sempurna, sesempurna rencana seorang lelaki itu hari ini. Dengan percaya dirinya rencana cerdas (atau lebih tepatnya brilian) dengan peluang mendekati 100% yakin akan terrealisasikan.

            Tapi lelaki itu lupa, dia bukanlah sutradara kehidupan melainkan hanya aktor di dalam sebuah skenario. Yang tentu saja bukan dirinya yang membuat skenario tersebut .

Ya, munafik memang. Kalau lelaki itu berkata dia tidak sedang jatuh cinta.

Namun,Pemilik Semesta lebih mencintai dirinya dibandingkan lelaki tersebut
**
[Bagian 1 : Rencana]

            Lelaki itu bangun lebih pagi daripada sebelumnya, bahkan sebelum Adzan Subuh berkumandang seantero komplek. Tak lupa dia segera mengambil air wudhu dan “curhat” kepada Sang Pembolak-balik Hati.

            Harus kuakui, hari ini bisa jadi adalah hari terakhirku bertemu dengannya. Maka izinkan aku untuk setidaknya bertemu dengannya sekali saja dan sisanya aku serahkan kepadaMu karena aku yakin tulang rusukku tidak akan tertukar.”

            Lelaki itu telah menyiapkan perbekalan dua malam sebelumnya. Motor bebek kebanggannya pun telah ‘dipanaskan’ bahkan sebelum matahari memberikan kehangatan seperti biasanya. Sontak saja ayahnya langsung bangun mendengar dentuman mesin motor yang terdengar lebih nyaring dari biasanya. Iya, hari itu hanya sang ayah saja yang sedang ada dirumah. Kedua adiknya masih tertidur pulas, tentu saja sudah sembahyang sebelumnya. Dan ibunya, ibunya adalah wanita tangguh, seorang pekerja keras yang rela bekerja lebih keras dibandingkan wanita pada umumnya. Pekan ini sang ibu mendapat giliran shift 3, itu artinya beliau tidak tidur malam selama sepekan.
            Lelaki itu siap berangkat menuju Stasiun. Tempat yang akan menjadi tonggak sejarah besar dalam hidupnya.

“It’s show time, Semoga semesta mendukung”

**
Kau tau, tahun ini adalah tahun istimewa
Tidak seperti tahun kabisat yang berulang selama periode tertentu
Teringat kembali saat awal kita berkenalan
Sebuah kontrak tidak tertulis terpatri
Tahun ini, semesta memberi untuk memenuhi kontrak itu
Tahun ini, kita lulus bersama

***
            Alviani Fitri, sebuah nama yang sudah melekat di dalam Lobus Frontal nya diriku. Alvi, begitulah dirinya biasa disapa. Seorang yang sudah banyak berpengaruh dalam hidup diriku. Namun terkadang aku heran, bagaimana caranya Alvi masuk dengan begitu cepat. Bahkan 18 tahun aku kenal diriku sendiri belum mampu merevolusi dirinya yang keras kepala menjadi lebih penurut seperti sekarang.

Itukah kekuatan cinta? Apakah sah apabila kita jatuh hati dengan seseorang yang bahkan belum tentu merupakan bagian tulang rusuk kita?

            Apakah kau tidak lelah? Maksudku, bahkan Alvi seperti apa kita tidak pernah tahu. Kita bertemu dengannya sekali itupun tidak sengaja. Setelah itu apa lagi?”
            “Ya,mungkin. Tetapi aku mau meluruskan pernyataanmu. Tidak ada pertemuan yang tidak sengaja karena itu juga merupakan ketetapan dariNya. Aku percaya tulang rusukku tidak akan tertukar. Tetapi Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum tersebut tidak berusaha dan memohon kepadanya. Aku hanya memperjuangkan sesuatu hal yang mungkin itu merupakan milikku. Aku memperjuangkan senyumnya.”
            “Ah, klise kau”
          “Sekalipun kau bilang begitu, aku tidak akan mundur. Kau pun tidak akan pernah lelah bukan kalau sudah terlanjur menjadikannya urusan hati?”
            Kemudian senyap pun melanda kami yang tengah tiduran menatap langit-langit plafon rumah. Belum pernah kami hening selama ini. Ya, aku sedang berbicara dengan diriku yang lain ...
         Nif, bagaimana kalau dia membenciku ya? Maksudku setelah pertemuan pertama kita dengan Alvi. Setelah aku .... Aku bahkan tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi di balik layar handphonenya.”
            Iya, salah satu ketakutan semua pria adalah dibenci oleh orang yang sudah dianggap malaikat
            Biarkan Semesta yang menjawab” jawabku singkat
            Kami hening lebih lama dibandingkan sebelumnya
            Topik remaja berusia 2 dasawarsa memang tidak akan jauh dari yang namanya jodoh. Padahal, masih ada sisi lain yang perlu dikejar
                                                            
Lanjut?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar