Jumat, 16 Desember 2022

Semesta (II)

            "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda". Tan Malaka

“...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu bangsa sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu bangsa, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S. Al-Ra’du, 13:11)
**
[Bagian 2 : Perubahan]
            Setelah Tragedi Stasiun Gambir itu terlewati, keesokannya lelaki itu bangun kembali pada pagi buta. Yaa ... melewati Quarter Life Crisis di umur yang bahkan belum Quarter Life memang berat. Terdengar Alay? mungkin iya. Tapi harus aku akui, mungkin ini adalah wujud pendewasaan diri.

HAH ... Quarter Life Crisis? ... Yakin Quarter Life Crisis?
Bagaimana tidak, teman-temannya sudah dapat kerja, aku belum. Teman-temannya sudah kuliah, aku belum. Bahkan ... DIA saja sudah masuk ke kampus favoritnya ketika aku masih terkatung-katung di kamar.

YAA, Aku gagal di kesempatan pertama masuk kampus

            AKU HARUS BERUBAH, MARI EVALUASI DIRI”
**
Kau tau, bulan itu adalah bulan terberatku
Tak nampak bagiku Hilal di ufuk samudra
Tidak seperti bulan Ramadhan yang dapat ditentukan awal dan akhirnya
Tahun ini, semesta memberiku izin untuk berkumpul dengan keluargaku
Tahun ini, aku dapat mengambil cerita
Habiskan jatah gagalnya Nak,, kamu masih muda
***
                Masuk jalur naon nas?" tanyaku pada orang yang baru saja ku kenal beberapa hari terakhir
                "Urang jalur mandiri nif, kan urang geus kolot hehe".
                "Naha kolot? daa masih 18 kan?"
                "Urang pending setahun nif, daa SMK mah hese masuk kampus, kan kita mah peruntukannya untuk gawe, lain kuliah" 
                Aku merasa tidak sendirian akhirnya

Teman pertama laki-laki di kelas memang bukan Nas, tapi teman senasib yang merasakan kerasnya Gap Year dan SMK yaa hanya dia. Waktu itu rasanya sedikit sekali (cenderung tidak ada seingatku) yang merasakan hal yang sama, bahkan ada yang bisa kuliah tanpa memiliki kartu tanda kependudukan.
Hebat sekali memang orang itu

            “kamu pilihan ke berapa Nif Pendidikan Kimia?”
           “Pilihan pertama dong
           “Waaah hebat pilihan pertama, udah niat jadi guru ya?”
          “Engga juga hehehe, udah bosen aja di pabrik
            Kemudian senyap pun melanda kami di tengah hiruk pikuk mahasiswa menyantap makan siangnya. Yaa, kami sekelas mulai bercerita latar belakang mengapa memilih tersesat disini. Ketika jurusan lain menawarkan prospek kerja yang lebih menjanjikan, kami-kami disini memilih untuk menjadi calon guru yang kalian pahami untuk saat ini (semoga ada perubahan yang lebih baik) kurang menarik karena standar gaji yang tidak sepadan. 
                Yaa, tentu saja aku sedang berbohong ...
         
              Nifbagaimana kalau suatu saat banyak yang membenciku ya? Maksudku setelah pertemuan awal-awal kita dengan teman-teman baru, lingkungan baru, senior tentu saja. Setelah mereka tau kalau aku tidak akan memanggil "panggilan hormat" kepada mereka seperti Kang, Teh, Mba, Mas, Kaka dan sebagainya? Aku punya prinsip kalau kehormatan itu diperoleh, bukan karena usia atau mereka duluan ada disana.”
              Biarin aja. Sekarang kamu nikmati dulu saja masa-masa keberhasilan ini. Ini juga wujud prestasi kan?” jawabku singkat
Tentu saja aku menilai bahwa bisa masuk kampus adalah sebuah prestasi, ketika awalnya malah aku tidak mau kuliah sama sekali, ketika keluarga besar bahkan berbondong-bondong ke rumah hanya untuk meyakinkanku untuk pentingnya kuliah, ketika investasiku di sebuah bimbel masuk PTN menuai kesuksesan.

Apakah aku menyesal? tentu saja tidak, sama sekali tidak.
Aku tidak pernah menyesal dengan skenario yang di berikan Sang Sutradara dalam hidupku.
Karena sejatinya aku hanyalah aktor, salah satu aktor bahkan, di dunia yang fana ini
dan aktor ini, telah menghabiskan salah satu jatah gagal yang ia punya.

Jatah gagal itu yang membuatnya lebih dekat dengan keluarga yang sudah ia tinggal selama 4 tahun di perantauan.

SELAMAT UNTUK DIRIKU
                                                            Perlu dilanjut ? ...

Sabtu, 04 Februari 2017

Sebuah Perjalanan Waktu : Apakah 2016 Lebih Baik daripada 2015? (PART 2, Januari - Maret)



Januar
            Bicara bulan Januari, sepertinya lebih enak untuk memulainya dari tahun Januari 2015 dulu deh hhee.

            Januari 2015, aku masih berkutat dengan crude oil. Iya, tahun tersebut aku masih bekerja di sebuah BUMN yg berfokus pada pengeksplorasian sumber daya mineral. Bahkan jas lab seharga 11 juta (biaya masuk SMAKBO) pun aku ikhlaskan bercorakan crude yang waktu itu harganya menembus $140/barrel. Bicara profesionalisme juga aku dapatkan dari perusahaan ini. Sekalipun banyak orang berkata : waah kerja disana enak ya gajinya gede, berarti kalian belum benar-benar membedah dalamnya. Dari sanalah aku mendapat kata-kata sakti yang membuatku sampai seperti sekarang ini, “Kalau kamu lanjut kuliah, kaka saranin jangan ambil kimia lagi. Kaka lihat kamu kurang cocok di lab”.

            Januari 2016 adalah bulan terakhir aku bekerja di sebuah perusahaan farmasi dekat rumahku. Karena memang kontrak kerjaku berakhir pada bulan tersebut dan dirikupun ingin berusaha untuk tembus PTN akhirnya aku putuskan untuk tidak memperpanjangnya. Padahal dari sisi penghasilan dan pengalaman, disana adalah tempat yg aku rasa tepat. Namun yang namanya mimpi harus diwujudkan. Alhamdulillah Januari 2017 aku sedang duduk manis membuat tulisan ini di Bandung, iya mimpi untuk kuliah di PTN pun tercapai.

Februari
            Februari 2015 adalah bulan-bulannya aku mulai melengkapi laporan akhirku untuk lulus dari SMA KBO alias SMAKBO. Bulan ini juga banyak pelajaran yg bisa kudapat terutama soal profesionalisme kerja dan administrasi pekerjaan.

            “Kenapa kamu baru mengisi daftar kehadiran sekarang?” pertanyaan dari pembimbing institusi ku pun terlontar sesaat setelah aku meminta tanda tangan beliau untuk melengkapi laporanku.

            “Begini bu, biar lebih efektif kerja bu, kan jadi tidak keluar masuk lab untuk keruang ibu” Jawabku sekenanya. Iya bodohnya diriku adalah aku malas sekali ke ruang Ibu (karena beda gedung) untuk sekedar say hello di pagi hari ataupun meminta tanda tangan untuk laporan hasil lab. Aku lebih sering menitipkannya ke analis bawahan beliau di lab (yang kurang dekat juga denganku karena berbagai sebab, padahal orangnya baik banget).

            “Saya tidak mau tanda tangan” Dunia rasanya pengen kiamat setelah mendengar kalimat tersebut. “Pertama, yang namanya kehadiran itu dilaporkan setiap hari walaupun saya tidak menandatanginya karena kolom yang kamu buat hanya satu dibawah. Kedua, saya kan tidak tahu kamu hadir setiap hari atau tidak. Saya di office, kamu di lab. Kalau mau kamu bisa minta tanda tangan ke Kak M, karena dia yang tau kehadiran kamu setiap hari. Dan minta nilai juga ke dia, karena dia yg mengamati kerja kamu di lab,bukan saya. Saya tidak mau menandatangani yang tidak saya kerjakan, karena tanggungjawabnya hingga ke akherat nanti”

            “Tapi bu, kan Kak M nya sudah resign”

            “Itu urusan kamu bukan tanggungjawab saya. Ini sekaligus pelajaran untuk kamu jangan menunda-nunda suatu pekerjaan. Sekarang hubungi Kak M, temui terus sampaikan dengan baik-baik. Ibu yakin dia pasti mau karena dia orang yang baik”

            Dari situ petualangan dimulai dan berlanjut hingga Maret 2015

            Februari 2016 akhirnya aku kembali menganggur. Iya menganggur, sebuah kata kerja yang pantang sekali dimasukkan dalam KTP. Padahal menganggur tidak seburuk kedengarannya kok. Menganggur bisa dijadikan jalan untuk merenungkan nasib “Mengapa saya bisa menganggur? Apakah menganggur ini bermanfaat untuk diriku?”. Setidaknya dengan menganggur saya bisa lebih fokus untuk belajar persiapan SBMPTN.

Maret
            Maret 2015, Setelah mendengar kalimat-kalimat “pengguncang batin” tersebut keesokannya (karena hari itu juga sudah mendekati jam pulang kantor, dan hari terakhir aku kerja juga) aku langsung menghubungi kakak pembimbing lab ku itu.

            “Kakak ga bisa karena harus ikut training ke <sensor>, jadi mau ke Bandara jam 1”

            Hari itu rasanya benar-benar seperti kiamat.

            “Tapi kayanya bisa deh janjian kita ketemuan saja di Rawamangun. Disana ada toko Rabbani sebelum jam 1 sekalian kakak mau ke Bandara.”

            Namun bedanya aku sekarang seperti di surga. Lega ...

            Semesta masih memberi kesempatan diriku untuk lulus.

            Eh salah, semesta memberi kesempatan diriku untuk berubah dan tidak lagi menyia-nyiakan waktu.

            Aku berangkat 4 jam lebih awal dari rumah, dengan estimasi 2 jam di jalan dan 2 jam menunggu. Tak apalah walau aku harus beli kartu elektronik dari salah satu bank swasta di Indonesia untuk naik busway (Busway = Bus Transjakarta, waktu itu adalah masa transisi dari pembayaran cash ke pembayaran elektronik). Seharga 50.000 (padahal harga tiketnya hanya 3500). Aku rasa harga segitu adalah harga yang pantas aku bayar atas kelalaian ku.

            Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar, walaupun waktu pertemuan jadi molor 1 jam karena si kakak tidak kunjung datang. Tapi terima kasih atas pelajaran yang berharga dan tidak terlupakan sepanjang hayat.

            Ki Hajar Dewantara pernah berujar, “Jadikan setiap orang itu guru, dan semua tempat itu sekolah”. Jadi dimanapun kaka sekarang, aku berharap yang terbaik untukmu, guru kehidupanku. Allah memberikan petunjuk bagi umatnya yang berpikir dan dari arah yang tidak disangka-sangka, termasuk dari orang yang tidak seakidah dengan kita. Terimakasih.

Sebuah Perjalanan Waktu : Apakah 2016 Lebih Baik daripada 2015? (PART 1)



“Time flies over us, but leaves its shadow behind”
-       Nathaniel Hawthorne   -

**
Kota Bogor dari ketinggian 354 mdpl, at Gunung Kapur Ciampea, Bogor

**


Bismillah

Bicara soal waktu, memang tidak ada yg bisa mengelak bahwa waktu terus berjalan, tidak bisa diberhentikan, ataupun “loncat” ke masa yg akan datang lebih cepat. Bahkan Allah sudah bersumpah dalam FirmanNya yang semua Umat Islam (bahkan pemeluk agama lain pun di Indonesia pasti hafal) hafal QS Al-Asr ayat 1-3.


            Demi masa!” (ayat 1). Atau demi waktu ‘Ashar, waktu petang hari seketika bayang-bayang badan sudah mulai lebih panjang daripada badan kita sendiri, sehingga masuklah waktu sembahyang ‘Ashar. Maka terdapatlah pada ayat yang pendek ini dua macam tafsir.

            Syaikh Muhammad Abduh menerangkan di dalam Tafsir Juzu’ Amma bahwa telah teradat bagi bangsa Arab apabila hari telah sore, mereka duduk bercakap-cakap membicarakan soal-soal kehidupan dan cerita-cerita lain yang berkenaan dengan urusan sehari-hari. Karena banyak percakapan yang melantur, keraplah kejadian pertengkaran, bersakit-sakitan hati sehingga menimbulkan permusuhan. Lalu ada yang mengutuki waktu ‘Ashar (petang hari), mengatakan waktu ‘Ashar waktu yang celaka, atau naas, banyak bahaya terjadi di waktu itu. Maka datanglah ayat ini memberi peringatan “Demi ‘Ashar”, perhatikanlah waktu ‘Ashar. Bukan waktu ‘Ashar yang salah. Yang salah adalah manusia-manusia yang mempergunakan waktu itu dengan salah. Mempergunakannya untuk bercakap-cakap yang tidak tentu ujung pangkal. Misalnya bermegah-megahan harta, memuji diri, menghina merendahkan orang lain. Tentu orang yang dihinakan tiada terima, dan timbullah saling sengketa.

            Lalu kamu salahkan waktu ‘Ashar, padahal kamulah yang salah. Padahal kalau kamu percakapkan apa yang berfaedah, dengan tidak menyinggung perasaan teman dudukmu, tentulah waktu ‘Ashar itu akan membawa manfaat pula bagimu.

            Inilah satu tafsir.
            Tafsir yang lain: “Demi Masa!”
            Diambil Tuhanlah masa menjadi sumpah, atau menjadi sesuatu yang mesti diingat-ingati. Kita hidup di dunia ini adalah melalui masa. Setelah itu kita pun akan pergi. Dan apabila kita telah pergi, artinya mati, habislah masa yang kita pakai dan yang telah lalu tidaklah dapat diulang lagi, dan masa itu akan terus dipakai manusia yang tinggal, silih berganti, ada yang datang dan ada yang pergi.

            Diperingatkanlah masa itu kepada kita dengan sumpah, agar dia jangan disia-siakan, jangan diabaikan. Sejarah kemanusiaan ditentukan oleh edaran masa.

            Berbicara waktu, maka ada ikatannya dengan umur, ada kaitannya juga dengan beragam cerita. Perpindahan tahun 2015 ke 2016 menimbulkan sebuah pertanyaan sederhana namun krusial, “Apakah tahun 2016 lebih baik dibandingkan 2015?”

            “Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam kerugian.” (ayat 2). Di dalam masa yang dilalui itu nyatalah bahwa manusia hanya rugi selalu. Dalam hidup melalui masa itu tidak ada keuntungan sama-sekali. Hanya rugi jua yang didapati: Sehari mulai lahir ke dunia, di hari dan sehari itu usia sudah kurang satu hari. Setiap hari dilalui, sampai hitungan bulan dan tahun, dari muda ke tua, hanya kerugian jua yang dihadapi.

            “Kecuali orang yang beriman.” (pangkal ayat 3). Yang tidak akan merasakan kerugian dalam masa hanyalah orang-orang yang beriman. Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya ini adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa. Manusia datang ke dunia ini sementara waktu; namun masa yang sementara itu dapat diisi dengan baik karena ada kepercayaan; ada tempat berlindung.

            “Dan beramal shalih,” bekerja yang baik dan berfaedah. Sebab hidup itu adalah suatu kenyataan dan mati pun kenyataan pula, dan manusia yang di keliling kita pun suatu kenyataan pula. Yang baik terpuji di sini, yang buruk adalah merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain. Sinar Iman yang telah tumbuh dalamjiwa itu dan telah menjadi keyakinan, dengan sendinya menimbulkan perbuatan baik. Dalam kandungan perut ibu tubuh kita bergerak. Untuk lahir ke dunia kita pun bergerak. Maka hidup itu sendiri pun adalah gerak. Gerak itu adalah gerak maju! Berhenti sama dengan mati. Mengapa kita akan berdiam diri? Mengapa kita akan menganggur? Tabiat tubuh kita sendiri pun adalah bergerak dan bekerja. Kerja hanyalah satu dari dua, kerja baik atau kerja jahat. Setelah kita meninggalkan dunia ini kita menghadapi dua kenyataan. Kenyataan pertama adalah sepeninggal kita, yaitu kenang-kenangan orang yang tinggal. Dan kenyataan kedua ialah bahwa kita kembali ke hadhirat Tuhan.

            Kalau kita beramal shalih di masa hidup, namun setelah kita mati kenangan kita akan tetap hidup berlama masa. Kadang-kadang kenangan itu hidup lebih lama daripada masa hidup jasmani kita sendiri. Dan sebagai Mu’min kita percaya bahwa di sisi Allah amalan yang kita tinggalkan itulah kekayaan yang akan kita hadapkan ke hadapan Hadhirat Ilahi. Sebab itu tidaklah akan rugi masa hidup kita.

            “Dan berpesan-pesanan dengan Kebenaran.” Karena nyatalah sudah bahwa hidup yang bahagia itu adalah hidup bermasyarakat. Hidup nafsi-nafsi adalah hidup yang sangat rugi. Maka hubungkanlah tali kasih-sayang dengan sesama manusia, beri-memberi ingat apa yang benar. Supaya yang benar itu dapat dijunjung tinggi bersama. Ingat-memperingatkan pula mana yang salah, supaya yang salah itu sama-sama dijauhi.

            Dengan demikian beruntunglah masa hidup. Tidak akan pernah merasa rugi. Karena setiap pribadi merasakan bahwa dirinya tidaklah terlepas dari ikatan bersama. Bertemulah pepatah yang terkenal: “Duduk seorang bersempit-sempit, duduk ramai berlapang-lapang.” Dan rugilah orang yang menyendiri, yang menganggap kebenaran hanya untuk dirinya seorang.

            “Dan berpesan-pesanan dengan Kesabaran.” (ujung ayat 3). Tidaklah cukup kalau hanya pesan-memesan tentang nilai-nilai Kebenaran. Sebab hidup di dunia itu bukanlah jalan datar saja. Kerapkali kaki ini terantuk duri, teracung kikil. Percobaan terlalu banyak. Kesusahan kadang-kadang sama banyaknya dengan kemudahan. Banyaklah orang yang rugi karena dia tidak tahan menempuh kesukaran dan halangan hidup. Dia rugi sebab dia mundur, atau dia rugi sebab dia tidak berani maju. Dia berhenti di tengah perjalanan. Padahal berhenti artinya pun mundur. Sedang umur berkurang juga.
“Meskipun Surat ini pendek sekali namun isinya mengumpulkan kebajikan dengan segala cabang rantingnya. Segala pujilah bagi Allah yang telah menjadikan kitabnya mencukupi dari segala macam kitab, pengobat dari segala macam penyakit dan penunjuk bagi segala jalan kebenaran.” Sekian kita salin dari Ibnul Qayyim.

            Imam Asy-Syafi’i berkata: “Kalau manusia seanteronya sudi merenungkan Surat ini, sudah cukuplah itu baginya.”

            Jadi, izinkan saya untuk merenungkan tahun 2016 ini pada postingan selanjutnya

Sumber : http://tafsir.cahcepu.com/alashr/al-ashr-1-3/

Jumat, 25 November 2016

Semesta



(Prolog)
            Hari itu (sebenarnya) adalah hari yang cerah, hari yang pas untuk diisi dengan senyuman ataupun bercengkrama dengan orang yang disayang. Matahari bersinar dengan senyuman yang tidak pernah berhenti menyinari bumi yang penuh dengan manusia yang (beberapa) lupa bersyukur kepada Tuannya matahari. Angin berayun-ayun dengan sejuknya. Hari yang sempurna, sesempurna rencana seorang lelaki itu hari ini. Dengan percaya dirinya rencana cerdas (atau lebih tepatnya brilian) dengan peluang mendekati 100% yakin akan terrealisasikan.

            Tapi lelaki itu lupa, dia bukanlah sutradara kehidupan melainkan hanya aktor di dalam sebuah skenario. Yang tentu saja bukan dirinya yang membuat skenario tersebut .

Ya, munafik memang. Kalau lelaki itu berkata dia tidak sedang jatuh cinta.

Namun,Pemilik Semesta lebih mencintai dirinya dibandingkan lelaki tersebut
**
[Bagian 1 : Rencana]

            Lelaki itu bangun lebih pagi daripada sebelumnya, bahkan sebelum Adzan Subuh berkumandang seantero komplek. Tak lupa dia segera mengambil air wudhu dan “curhat” kepada Sang Pembolak-balik Hati.

            Harus kuakui, hari ini bisa jadi adalah hari terakhirku bertemu dengannya. Maka izinkan aku untuk setidaknya bertemu dengannya sekali saja dan sisanya aku serahkan kepadaMu karena aku yakin tulang rusukku tidak akan tertukar.”

            Lelaki itu telah menyiapkan perbekalan dua malam sebelumnya. Motor bebek kebanggannya pun telah ‘dipanaskan’ bahkan sebelum matahari memberikan kehangatan seperti biasanya. Sontak saja ayahnya langsung bangun mendengar dentuman mesin motor yang terdengar lebih nyaring dari biasanya. Iya, hari itu hanya sang ayah saja yang sedang ada dirumah. Kedua adiknya masih tertidur pulas, tentu saja sudah sembahyang sebelumnya. Dan ibunya, ibunya adalah wanita tangguh, seorang pekerja keras yang rela bekerja lebih keras dibandingkan wanita pada umumnya. Pekan ini sang ibu mendapat giliran shift 3, itu artinya beliau tidak tidur malam selama sepekan.
            Lelaki itu siap berangkat menuju Stasiun. Tempat yang akan menjadi tonggak sejarah besar dalam hidupnya.

“It’s show time, Semoga semesta mendukung”

**
Kau tau, tahun ini adalah tahun istimewa
Tidak seperti tahun kabisat yang berulang selama periode tertentu
Teringat kembali saat awal kita berkenalan
Sebuah kontrak tidak tertulis terpatri
Tahun ini, semesta memberi untuk memenuhi kontrak itu
Tahun ini, kita lulus bersama

***
            Alviani Fitri, sebuah nama yang sudah melekat di dalam Lobus Frontal nya diriku. Alvi, begitulah dirinya biasa disapa. Seorang yang sudah banyak berpengaruh dalam hidup diriku. Namun terkadang aku heran, bagaimana caranya Alvi masuk dengan begitu cepat. Bahkan 18 tahun aku kenal diriku sendiri belum mampu merevolusi dirinya yang keras kepala menjadi lebih penurut seperti sekarang.

Itukah kekuatan cinta? Apakah sah apabila kita jatuh hati dengan seseorang yang bahkan belum tentu merupakan bagian tulang rusuk kita?

            Apakah kau tidak lelah? Maksudku, bahkan Alvi seperti apa kita tidak pernah tahu. Kita bertemu dengannya sekali itupun tidak sengaja. Setelah itu apa lagi?”
            “Ya,mungkin. Tetapi aku mau meluruskan pernyataanmu. Tidak ada pertemuan yang tidak sengaja karena itu juga merupakan ketetapan dariNya. Aku percaya tulang rusukku tidak akan tertukar. Tetapi Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum tersebut tidak berusaha dan memohon kepadanya. Aku hanya memperjuangkan sesuatu hal yang mungkin itu merupakan milikku. Aku memperjuangkan senyumnya.”
            “Ah, klise kau”
          “Sekalipun kau bilang begitu, aku tidak akan mundur. Kau pun tidak akan pernah lelah bukan kalau sudah terlanjur menjadikannya urusan hati?”
            Kemudian senyap pun melanda kami yang tengah tiduran menatap langit-langit plafon rumah. Belum pernah kami hening selama ini. Ya, aku sedang berbicara dengan diriku yang lain ...
         Nif, bagaimana kalau dia membenciku ya? Maksudku setelah pertemuan pertama kita dengan Alvi. Setelah aku .... Aku bahkan tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi di balik layar handphonenya.”
            Iya, salah satu ketakutan semua pria adalah dibenci oleh orang yang sudah dianggap malaikat
            Biarkan Semesta yang menjawab” jawabku singkat
            Kami hening lebih lama dibandingkan sebelumnya
            Topik remaja berusia 2 dasawarsa memang tidak akan jauh dari yang namanya jodoh. Padahal, masih ada sisi lain yang perlu dikejar
                                                            
Lanjut?